Entri Populer

Selasa, 19 Oktober 2010

OSPEK, mengapa dihujat? (Sejarah OSPEK di ITB)

LARANG OSPEK.....!
Mungkin inilah kalimat yang pertama kali terucap saat kita mendengar kata "OSPEK". Para orang tua akan segera beraksi keras menentang ospek saat anak-anaknya diterima sebagai siswa baru di sekolah idamannya, atau diterima sebagai mahsiswa baru di perguruan tinggi idamannya.
Penentangan keras terhadap OSPEK semakin mengemuka saat tewasnya taruna STPDN/IPDN setelah mengikuti proses penerimaan mahasiswa baru di kampus STPDN di jatinangor.
Sedemikian kejamnya kan OSPEK sehingga semua orang menentangnya? apakah benar OSPEK adalah ajang balas dendam senior terhadap juniornya? adakah benar OSPEK adalah perpeloncoan?
Nampaknya semua menjadi lebur dalam kata OSPEK. Walaupun definisi dan praktik OSPEK ini berbeda antara satu sekolah dengan sekolah lainnya, berbeda natara satu kampus dengan kampus lainnya, namun sepertinya kata OSPEK sudah kadung ditentang masyarakat.
Haram kah OSPEK?
Mungkin sebaiknya kita telusuri sejarah OSPEK ini,...
MASA PENJAJAHAN
Pada mulanya bangsa Eropa datang ke berbagai belahan dunia lain untuk mencari benua baru yang kaya raya seperti yang dikisahkan para pencerita Kerajaan.
Portugis berlayar ke nusantara dan mereka menemukan surga yang sangat indah dan di atas tanahnya yang subur ditumbuhi berbagai macam rempah-rempah yang tak dapat ditemukan di negara mereka. Penemuan bangsa Portugis mengundang rasa penasaran pedagang-pedagang bangsa Nederland sehingga pada tahun 1595 pedagang-pedagang nederland pun memutuskan untuk mengarungi samudera untuk melihat surga ini.
Apa yang dilihat bangsa Portugis bukan hanya isapan jempol belaka, bukan hanya dongeng pelaut belaka. keindahan alam dan kesuburan tanah nusantara serta kecantikan gadis-gadis jawa dwipa sangat mempesonakan.
Para pedagang Nederland memutuskan untuk membeli semua rempah-rempah yang dimiliki bangsa Indonesia dengan harga murah. Yang kemudian bangsa berkulit putih ini tak puas jika hanya membeli saja. Mereka berniat menguasai tanah-tanah dan mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.
Mulailah dikirimkan peralatan-peralatan untuk membangun gudang raksasa yang dapat menampung rempah-rempah rakyat Indonesia. Makin lama gudang ini dilengkapi dengan peralatan perlindungan dan kemudian nafsu serakah mulai menguasaipara pedagang berkebangsaan Nederland ini.
Dengan dalih melindungi gudang persediaan bahan-bahan ekspor ke negara-negara Eropa, para pedagang membentuk pasukan bersenjata dan persekutuan pedagang ini dinamakan Vereenigde Oost Indische Compagnie atau disingkat VOC.
Meningkatnya modal VOC yang berasal dari keuntungan berdagang rempah-rempah menjadikan VOC makiin kaya dan mampu membayar tentara-tentara. Hal ini menjadi kekuatan besar yang mengancam ketenteraman bangsa Indonesia.
Dan nafsu ingin menguasai seluruh kekayaan hasil bumi Indonesia menjadikan VOC buta mata dan buta hati. Mulailah terjadi imperialisme di tanah Indonesia.
Adalah kaum cndekiawan belanda yang kemudian mengusulkan agar pemerintah belanda menebus dosa-dosanya dengan membalas budi "kebaikan" Indonesia dengan diberlakukan" Politik Etis."
Dalam program Politik Etis ini pemerintah belanda membangun sekolah-sekolah untuk rakyat Indonesia. Namun sebenarnya ini pun hanya akal bulus saja. Karena sesungguhnya Belanda sebenarnya membutuhkan teknisi-teknisi yang dapat dibayar dengan harga murah. teknisi-teknisi ini dibutuhkan untuk pembangunan pabrik-pabrik dan infrastruktur untuk menyiapkan kota-kota dan negara Kerajaan Hindia Belanda di Indonesia.
Sehingga didirikanlah sekolah Tinggi Kedokteran STOVIA di Jakarta (kini Fakultas kedokteran UI di Salemba), Sekolah Tinggi Teknik "Technische Hoogeschool" di Bandung (kini ITB di Bandung).
ITB dan UI Didirikan
Jurusan yang pertama kali dibuka di THS adalah Teknik Sipil untuk memenuhi tenaga kerja dalam pembangunan infrastruktur seperti jembatan-jembatan, rel kereta api, gedung-gedung pemerintahan, waduk, dan lain sebagainya. Kedua adalah Teknik Kimia, untuk memenuhi tenaga kerja di bidang fermentasi gula dan produksi gula dari tebu. Ketiga adalah Teknik Mesin, untuk memenuhi tenaga kerja di bidang produksi kereta api dan mesin pabrik pengolahan gula serta kendaraan-kendaraan yang akan digunakan pemerintah dan bangsawan Belanda di Negara Hindia Belanda (Indonesia).
Awalnya mahasiswa THS adalah anak-anak Belanda, kemudian menerima mahasiswa dari keluarga kaum pedagang Cina. Barulah terakhir menerima mahasiswa dari kalangan pribumi, inipun untuk merayu kaum bangsawan pribumi dan kaum berpengaruh pribumi.
AWAL MUNCULNYA PERPELONCOAN
Karena mahasiswa Belanda merasa bahwa bangsa pribumi adalah bangsa jajahan, maka saat pertama kali menjadi mahasiswa baru atau berstatus mahasiswa baru (maba), mahasiswa senior (anak-anak Belanda) melakukan perpeloncoan terhadap mahasiswa baru/junior (bangsa pribumi) yang berupa permainan memperolok-olok untuk menunjukkan bahwa bangsa Belanda berada di atas bangsa pribumi.
Inilah kawan, awal munculnya perpeloncoan,....
Adalah Soekarno, 1 dari 7 anak pribumi yang berhasil diwisuda sebagai Insinyur dari THS. Soekarno berhasil lulus sebagai Insinyur Teknik Sipil. Soekarno inilah yang kelak akan menjadi presiden pertama RI.
(mengenai masa kecil, masa sekolah, masa remaja, dan masa kuliah Soekarno serta sepak terjang Soekarno sebagai aktivis kampus, aktivis partai, akan dikisahkan di halaman lain..)
MASA ORDE BARU
Sejak awal "diangkat" menjadi presiden RI, Soeharto sudah melakukan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (istilah yang mulai ngetop sejak reformasi 98). setelah Pemilu tahun 1977, Soeharto diangkat oleh MPR menjadi presiden RI. Tindak korupsi yang dilakukan Soeharto tercium oleh kaum cendekiawan (baca : mahasiswa/insan kampus/insan akademik).
Kaum mahasiswa kala itu sepakat untuk menolak pengangkatan Soeharto menjadi presiden RI. Namun mahasiswa saling menunggu untuk bertindak, karena resiko menentang Soeharto adalah penjara.
Karena kondisi yang genting akan masa depan republik, Ketua Dewan Mahasiswa ITB Heri Akhmadi memutuskan untuk segera mengambil tindakan. Bersama kawan-kawannya di Dewan Mahasiswa (DEMA) ITB ia memasang baligho di depan kampus ITB yang bertuliskan "Kami mahasiswa menolak pencalonan Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia."
Tulisan yang sedikit saja menyinggung Soeharto akan ditindak keras, apalagi yang terang-terangan menyebut menolak Soeharto.
Soeharto segera memerintahkan pasukan KODAM III Siliwangi yang memang bermarkas di Kota bandung untuk mengamankan kampus ITB. namun apa yang terjadi di luar apa yang diinginkan Soeharto. Pasukan KODAM III Siliwangi bukannya mengeksekusi mahasiswa namun malah bercanda, bersenda gurau dengan mahasiswa. Para anggota AD malah bermain bola, bermain kartu, bermain catur, bermain ping pong dengan mahasiswa ITB.
Hal ini tentu saja membuat Soeharto geram. Sehingga ia menarik pasukan KODAM III Siliwangi dari kampus ITB. kemudian Soeharto menarik pasukan seroja yang tengah mengamankan papua.
TENTARA MENYERBU KAMPUS ITB ATAS PERINTAH SOEHARTO
Pasukan ini menuju Bandung dan berganti seragamnya dengan seragam pasukan Kodam III Siliwangi kemudian bergerak menuju kampus ITB dengan kendaraan pasukan Kodam III Siliwangi.
Mahasiswa yang telah akrab dengan pasukan kodam III tidak mengira bahwa kendaraan yang memasuki kampus bukanlah pasukan Kodam III Siliwangi yang telah mereka anggap sebagai kawan.
Sehingga terjadilah apa yang disebut penistaan terhadap dunia pendidikan. kampus ITB diserbu pasukan tentara, mahasiswa diseret dan dikumpulkan di lapangan basket ITB. Dosen-dosen dipaksa menghentikan kegiatan mengajar, mahasiswa yang menolak dihantam senapan. Seorang dosen muda ITB kala itu, pak Hiskia Achmad terluka di bagian kepal karena hantaman senapan tentara.
Mahasiswa dijemur dan dipaksa sit-up, push up berantai di lapangan basket. mahasiswa mengalami masa penyiksaan yang memilukan.
Selama 1 tahun kampus ITB steril dari kegiatan akademik. Sekeliling kampus dipagari kawat berduri dan tank-tank baja patroli setiap saat di sekeliling kampus dan di dalam kampus. semua gerbang masuk dan keluar kampus dijaga ketat.
Pemimpin-pemimpin mahasiswa ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Di antaranya Heri Akhmadi, mahasiswa jurusan Teknik Elektro yang saat itu menjabat Ketua Dewan Mahasiswa ITB dan Rizal Ramli, mahasiswa Jurusan fisika , caretaker ketua Dewan Mahasiswa ITB.
Selama tahun 1977 hingga 1978 kampus ITB vakum dari kegiatan perkuliahan dan kegiatan kemahasiswaan. Setelah tahun 1978 kegiatan akademik dilangsungkan lagi, namun kemudian diberlakukanlah Normalisasi Kehidupan kampus melalui Badan Koordinasi Kegiatan Kampus (NKK/BKK).
Dengan adanya NKK/BKK otomatis kegiatan kemahasiswaan mati. Seluruh kampus di Indonesia diawasi secara ketat oleh militer. kegiatan diskusi dan bberserikat dilarang keras. Pelanggaran terhadap hal ini akan mengakibatkan tindakan keras oleh tentara.
Keadilan harus tetap ditegakkan, walaupun pemimpin mahasiswa telah ditangkap, dan kegiatan mahasiswa dilarang, namun nilai-nilai penyadaran akan keadilan harus diteruskan ke generasi selanjutnya, jika tidak, maka kezaliman otoritarian Soeharto akan terus menggerogoti republik Indonesia.
Akhirnya mahasiswa senior mengkaji sejarah gerakan-gerakan pembebasan di berbagai negara. berbagai penyadaran dan protes yang dilakukan kaum cendekiawan akan tumbang jika kaum cendekiawan tidak dibekali dengan kekuatan.
Untuk itu mahasiswa yang memiliki otak cerdas dan pemikiran yang matang, demokratis, ilmiah harus dibeali dengan kekuatan mental dan fisik serta memiliki kesetiakawanan, kekompakan, kebersamaan, solidaritas dan militansi untuk memperjuangkan kebenaran.
Akhirnya dipilihlan kekompakan dan militansi pasukan NAZI jerman serta kritisisme, militansi dan kebersamaan kaum Komunis. namun tidak melupakan dasar kebangsaan Indonesia yang nasonalis.
Ramuan ini merupakan bahan kaderisasi yang akan digunakan untuk menyiapkan mahasiswa-mahasiswa agar "matang'" dalam menghadapi Soeharto beserta pasukan-pasukannya. Materi kaderisasi model ini ditanamkan dalam OSPEK-OSPEK di ITB.
Inilah kawan, sejarah "keras"nya OSPEK,... terutama di kampus ITB...

Dicky Hasbi
Fisika ITB, menjadi peserta OSPEK tahun 2001, menjadi Tatib kelompok tahun 2001, menjadi Tatib keamanan tahun 2002, menjadi anggota Tim materi dan propaganda tahun 2003, menjadi danlap tahun 2004, menjadi swasta dan danlap swasta (mahasiswa senior non Panitia) tahun 2005.
Menjadi koordinator Tim ganesha ITB (relawan ITB untuk bencana tsunami aceh-sumut tahun 2004-2005)

Persiapan Perjalanan Menuju Garut

Senin pagi, 13 September 2010, H+3 Lebaran 1431 H. Karena keluarga Dokter Didin akan berangkat wisata tahunan ke Pangandaran, Si macan harus segera kukeluarkan dari garasi, agar tidak menghalangi Innova yang akan menjadi kendaraan Dokter Didin hari itu. Setelah Innova keluar dari garasi, Si Macan nongkrong di depan Madrasah/TK/TPA milik Yayasan keluarga besar kami.
Sekitar Pukul 8 pagi aku makan bersama-sama Ayah dan adik-adikku bersama sepupu-sepupu di Rumah Ustadz Idih, pamanku. Setelah kenyang makan nasi kuning dengan lauk daging ayam, pete, dan ikan asin, aku bersama Yuda, suami sepupuku yang juga teman main basket waktu SMA dulu berangkat ke Kota Kecamatan Pangalengan yang berjarak 3 kilometer dari Desa Sukamenak tempatku menginap.
Aku dan Yuda mengendarai si Macan dan sesampainya di Pangalengan kami singah di Toko Obat As Syifa milik pamannya Andri, teman kami di SMA. di bagian dalam toko ini terdapat counter ponsel milik Ugiech, teman SMA kami juga. Kemudian kami ngobrol ngalor-ngidul melepas kangen dan bernostalgia sambil menunggu kabar dari teman-teman lain yang juga sedang pulang kampung.
Sekitar pkl 09.30 aku menghubungi Dani, temanku yang alumni Unpad dan kini tengah menggeluti usaha Hortikultura bersama ayahnya. Ternyata dani sedang berada di rumah Cepot (Cecep Hermawan) di Desa Loskulalet yang berjarak 7 kilometer dari Pangalengan. Di sana juga hadir Awit dan Mastur. Dani berpesan padaku agar membelikannya sebungkus Djarum Super.
Karena Donni tak muncul jua ke Counter milik Ugiech, akhirnya aku dan Yuda memutuskan untuk menyusul saja ke rumahnya di Norogtog, yang hanya berjarak 3 kilometer saja dari pusat Kota Pangalengan. Akhirnya kami menuju ke rumahnya dan di sana ternyata telah hadir Kusyaman dan istrinya, Mpep. Mereka sangat mesra berpelukan, mungkin karena pengaruh udara yang dingin sehingga mereka tanpa sungkan berpelukan di depan kami, membuat kami jadi iri dan pengen dipeluk juga. Sementara sang tuan rumah yaitu Donni tak nampak di situ, rupanya dia sedang mandi. jadi kami hanya bertemu ibu Donni. Setelah salam-salaman dan duduk santai dan mengobrol, 15 menit kemudian Donni muncul dengan hanya mengenakan celana pendek dan handuk sambil menggosok-gosok rambutnya yang masih basah.
Setelah berpakaian Donni segera menyajikan kopi untuk kita, akhirnya pagi yang dingin namun cerah ini lengkap nikmatnya dengan secangkir kopi panas dan kepulan asap berbatang-batang rokok, sambil bercengkerama di rumah Doni yang terbuat dari kayu ini. Setelah habis sebatang Sampoerna Mild, muncul Andri yang mengenakan celana komprang dan kaso hitam. Badannya sekarang gemuk subur namun kulitnya tetap hitam dan jenggot tipis di dagunya masih nemplok aja.
Kini di ruangan ini makin ramai dengan obrolan-obrolan dan celutukan-celutukan kami yang kadang "provokatif" yang berkaitan dengan politik dan hal-hal yang "menjurus", agak dewasa,...
Mendekati tengah hari kami memutuskan untuk melanjutkan ngobrol-ngobrol di rumah Kusyaman sekalian halal bihalal dengan keluarga Kusyaman dan Pak dedi, kakak Kusyaman yang juga dulu mengajar kami di SMP.
Rumah Kusyaman tidak jauh dari rumah Donni, kira-kira hanya 400 meter saja, namun harus menanjak. Sesampainya di rumah Kusyaman kami langsung bersilaturahmi dengan keluarga Kusyaman karena rupanya sedang berkumpul semua di rumah.
Suasana di rumah Kusyaman sangan nyaman, udara sejuk pegunungan menyerbu masuk ke ruangan. Sinar matahari siang yang terang dan hangat menerangi dan menghangatkan isi ruangan sehingga seolah tidak menyembunyikan setitik gelap pun di dalam ruangan tamu itu. Bertoples-toples kue-kue lebaran tersaji di atas meja, yang langsung ditemani gelas-gelas berisi teh hangat buatan Ibu dan istri Kusyaman. Sehingga obrolan kami dapat berlanjut dengan makin seru karena nikmatnya cemilan lebaran ini. Namun di tengah acara ngobrol Andri mendapat telepon dari istrinya yang menunggu di rumah, rupanya istrinya minta Andri ngambil jemuran. Sehingga Andri harus segera pamit saat itu.
Setelah jam menunjukkan pukul 12 lewat 30 menit, aku pamit kepada Kusyaman, Pak Dedi, dan keluarga Kus yg lain. Karena aku ingat bahwa Dani menunggu-nunggu Djarum Supernya.
Segera kupacu motor Tigerku melintas jalanan berkelok-kelok dan membukit sepanjang 7 kilometer. Sebelum mencapai rumah Cepot, aku mencari-cari warung kelontong untuk membeli rokok pesanan Dani, yang akhirnya kutemukan sekitar 400 meter sebelum rumah Cepot (Cecep Hermawan). Sesampainya di depan gerbang kubunyikan klakson, kemudian Cepot keluar dari rumahnya dan membuka gerbang rolling door.
"Woii,.... ka mana wae euy,....?" sapa cepot,
"Gawe euy,.... Minal aidzin nya...."
Rumah Cepot megah namun nampak dipenuhi debu di pagar dan halaman depannya. Setelah si macan parkir dengan santai di depan garasi yang saat itu ada sebuah motor Honda GL-Pro hitam bersetang lebar, aku beranjak ke teras depan, yang disambut Dani,
"Siahh,... ka mana wae atuh,....?"
"Sibuk lah gawe urang mah,"balasku,"Minal Aidzin nya,..."
kemudian aku masuk ke ruangan yang adem yang di atas meja dipenuhi toples-toples kue, laptop, cangkir-cangkir kopi dan gelas-gelas jus. Akhirnya kami berhalal bihalal, ngobrol ngalor ngidul sambil menikmati jus lychee dan kue-kue lebaran, mengisap Djarum dan Mild serta menertawakan kejadian-kejadian lucu di sebuah website,..
Dua jam berlalu dengan cepat, saat jam menunjukkan pukul 15.00, cepot memberitahu kami bahwa ia dan keluarganya akan berangkat halal bihalal ke Yogya, sehigga kami (Aku, Dani dan Awit) harus bersiap-siap meninggalkan rumahnya. Setelah pamitan ke Orang tua cepot, kami menyiapkan motor kami, namun kemudian hujan turun. Udara pedesaan yang sejuk dingin menjadi bertambah dingin karena turunnya hujan. Akhirnya aku dan dani menunggu hujan berhenti namun Awit tetap pulang karena harus mengurusi bisnisnya. Aku dan Dani pun duduk-duduk di teras depan ruang tamu sambil mengisap rokok, dan Cepot pun kembali menamani kami.
karena setelah 1 jam hujan tak berhenti jua, akhirnya aku dan Dani memutuskan untuk nerobos hujan saja. Aku ga masalah karena membawa jas hujan, namun Dani hanya membawa jaket saja. Dani mengajak untuk silaturahmi/halal bihalal saja ke rumah Yayan di Desa Baru Ibun, yang rumahnya hanya berjarak 4 kilometer dari rumah Cepot. Sebelum berangkat kami sempat disibukkan dengan sulitnya menyalakan mesin motor GL-Pro milik Dani. Dan menghabiskan waktu seperempat jam untuk menyalakannya. setelah itu kami melaju melalui jalanan desa yang beraspal ala kadarnya, karena masih banyak tanah-tanah dan bebatuan di jalanan.
Untuk menuju rumah Yayan harus melalui satu jalan berbatu, melintasi jalan "besar" dan sebuah jalan desa beraspal tepi kebuh teh Malabar kemudian masuk gang yang tak beraspal, tak berbeton, tak berbata, namun hanya jalanan tanah yang kadang-kadang terdapat batu-batu runcing dan genangan lumpur. Pada awalnya di kanan-kiri gang adalah rumah penduduk, namun seterusnya adalah kebun tomat, kentang, dan jagung,...